Jumat, 18 Juni 2010

PENULISAN AL-QURAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan rasa syukur segala puji bagi Allah, penguasa alam dan seisinya yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah dengan judul “Penulisan dan Pembukuan Al-Qur’an Pada Masa Khulafaur Rasyidin” ini dapat terselesaikan dengan baik, dan menurunkan Nabi Muhammad SAW sebagai “Benchmark” atau manusia contohnya, dan tidak lupa shalawat dan salam semoga tercurahkan atas utusan Allah sebagai rahmat bagi alam semesta, junjungkan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya dan pengikut sekiranya sampai akhir zaman.

Adapun tujuan pembuatan dari makalah ini adalah dijadikan untuk memenuhi tugas terstuktur pada mata kuliah Ulumul Qur’an. Penulis juga menyadari di dalam penulisan ini terdapat kekurangan, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan Makalah ini di masa yang akan datang.
Demikianlah sedikit yang dapat Penulis sampaikan, mudah-mudahan Makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.








Bandung , 07 Desember 2009


Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR - i
DAFTAR ISI - ii
BAB I : PENDAHULUAN - 1
1.1. Latar Belakang Masalah - 1
1.2. Masalah - 1
1.3. Tujuan Penulisan – 1

BAB II : PEMBUKUAN AL QUR’AN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN - 2
2.1. Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ul Qur’an) - 2
2.2. Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Abu Bakar - 2
2.3. Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Umar bin Khatab - 4
2.4. Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Usman – 4

BAB III : PENUTUP
3.1. Kesimpulan - 6
3.2. Saran – 6

DAFTAR PUSTAKA













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari ilmu Al-Qur’an, ada beberapa hal yang penting untuk dipelajari dan salah satunya adalah bagaimana Al-Qur’an itu dibukukan baik pada zaman rasulullah ataupun pada masa khulafaur Rasyidin. Karena dengan mengetahui bagaimana proses pengumpulan Al-Qur’an kita dapat mengerti bagaimana usaha-usaha para sahabat untuk tetap memelihara Al-Quran.
Secara etimologi Al-Qur’an berarti qira’at berasal dari kata dasar qara’a yang berarti mengumpulkan dan menghimpun, yaitu menghimpun huruf dan kata yang tersusun sehingga menjadi qira’ah (bacaan) yang bermaknakan maqru’ (sesuatu yang dapat dibaca).
Menurut istilah Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara malakat Jibril dengan bahasa Arab, diriwayatkan secara mutawatir, merupakan mukjizat dan membacanya merupakan ibadah.

1.2 Masalah
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, ada peristiwa-peristiwa yang memaksa dan membuka hati para sahabat untuk tetap menjaga keaslian dan kemurnian dari ayat-ayat Al- Qur’an seperti wafatnya huffazuhu (penghafal-penghafal ayat Al ‘ Qur’an) dalam perang Yamamah dan pertempuran di sumur Ma’unah yang terjadai pada masa Nabi serta adanya perbedaan cara membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang akan berakibat fatal bagi umat Islam. Untuk itulah pembukuan Al-Qur’an ini dilakukan untuk tetap menyatukan umat Islam dalam satu iman saja.

1.3 Tujuan Penulisan
Penugasan ini dilakukan semata-mata demi untuk mempelajari dan menambah wawasan dalam Ulumul Qur’an dan juga merupakan salah satu tugas mata kuliah.





BAB II
PENULISAN DAN PEMBUKUAN AL-QUR’AN

a. Penulisan Wahyu Periode Mekkah
Abdullah bin Sa'd bin Abi Sharh dan Khalid bin Sa'id bin 'Ash mereka adalah para penulis Al-Qur’an di masa Nabi Saw sekaligus sebagai sekretaris Nabi yang pernah mengatakan: Sayalah orang pertama yang menuliskan Bismillahirrahmanirrahim. Al-Kattani menceritakan bahwa saat Rafi' bin Malik Al-Anshari ra ikut dalam bai'at Aqabah, maka Nabi Saw menyerahkan semua ayat-ayat yang telah diturunkan, dan saat kembali ke Madinah Rafi' mengumpulkan semua anggota sukunya dan membacakan ayat-ayat tersebut di depan mereka.

b. Penulis Wahyu Periode Madinah
Dalam periode ini tercatat sekurangnya 60 sahabat pencatat Al-Qur'an. Diantaranya: Abubakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib, 'Abban bin Sa'id, Abu Umamah Al-Bahili, Abu Ayyub Al-Anshari, Abu Salamah, Ubayy bin Ka'ab, Al-Arqam bin Abil Arqam, Usaid bin Hudhair, Tsabbit bin Qays, Ja'far bin Abi Thalib, Jahm bin Sa'ad, Hathib bin Abi Baltha'ah, Hudzaifah Ibnil Yaman, Hanzhalah, Khalid bin Sa'id, Zubair bin Awwam, Zaid bin Tsabbit, Sa'ad Ibnu Rabi', Sa'ad bin Ubadah, Syurahbil bin Hasna, Amir bin Fuhaira', Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, Amr bin Ash, Muhammad bin Maslamah, Mu'adz bin Jabal, Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, dan lain-lain.

c. Metode Pencatatan Wahyu Periode Madinah
Setiap wahyu yang turun, Nabi memanggil para kuttab (penulis/sekertaris) beliau untuk mencatat wahyu tersebut. Seperti yang diceritakan Zaid bin Tsabbit bahwa ia sering dipanggil oleh Nabi jika ada wahyu turun.

d. Cara Penulisan Wahyu di Kalangan Sahabat
Para sahabat di era Kenabian yang telah pandai membaca & menulis sangat gemar menulis Al-Qur'an, sampai-sampai nabi SAW melarang mereka selain Al-Qur'an & memerintahkan mereka menghapusnya (catatan hadist). Karena Nabi Saw tidak mau jika ada yang menulis Al-Qur’an dan hadist dalam satu catatan karena ditakutkan tercampur antara Al-Qur’an dengan hadist. Demikian tinggi semangat para sahabat ra dalam menuliskan Al-Qur'an sehingga mereka yang buta huruf hadir juga di mesjid membawa tinta & kulit lalu meminta orang lain untuk menuliskan untuk mereka.

2.1 Pengertian Pengumpulan Al-Qur’an (Jam’ul Qur’an)
Menurut para ulama pengertian Jam’ul Qur’an terdiri dari dua yaitu :
Pengumpulan dalam arti hifzuhu (menghafalnya dalam hati). Jumma’ul Qur’an artinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang menghafalkannya di dalam hati). Dan inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada nabi – Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Qur’an ketika Qur’an itu turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalnya : 1 “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Qur’an karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu. Kemudian atas tanggungan Kamilah penjelasannya” (Al-Qiyamah [75] : 16-19).

Pengumpulan dalam arti Kitabullah kullihi (penulisan Qur’an semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.

2.2 Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Abu Bakar
Setelah Nabi wafat kaum muslimin mengangkat Abu Bakar Shiddik menggantikan beliau sebagai khalifah yang pertama pada masa permulaan. Kekhalifahan pemerintahan Abu Bakar timbul suatu keadaan yang mendorong pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf. Keadaan itu ialah sebagian besar orang-orang yang hafa Al-Qur’an gugur syahidah dalam perang Yamamah. Timbullah kekhawatiran akan hilangnya beberapa ayat dari Al-Qur’an, jika semua huffazhul Qur’an sudah tidak ada lagi.
Yang mula-mula sadar akan hal ini ialah Umar bin Khatab, lalu beliau mengingatkan khalifah akan bahaya yang mengancam keutuhan Al-Qur’an. Umar menyarankan supaya khalifah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan Al-Qur’an, yaitu dengan mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf. Umar bin Khatab pergi ke khalifah Abu Bakar dan bermusyawarah dengannya dalam hal itu salah satu yang diucapkan Umar adalah : “Saya berpendapat lebih baik anda memerintahkan manusia untuk mengumpulkan Al-Qur’an”. Abu Bakar menjawab : “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah saw”. Umar balas menjawab : “Ini demi Allah akan membawa kebaikan”. Umar masih terlibat dialog dengan Abu Bakar sehingga Allah melapangkan dada Abu Bakar (menerima usulan Umar). Lalu Abu Bakar memanggil Zaid bin Tsabit sembari berkata padanya : “Sesungguhnya engkau adalah seorang pemuda yang berakal cerdas dan konsisten. Engkau telah menulis wahyu di zaman Rasulullah saw, maka aku memintamu untuk mengumpulkannya”. Zaid menjawab : “Demi Allah, seandainya engkau memaksaku untuk memindahkan satu gunung dari gunung yang lain maka itu tidak lebih berat bagiku daripada perintahmu kepadaku mengumpulkan Al – Qur’an”. Aku berkata : “Bagaimana engkau melakukan sesuatu yang belum pernah Rasulullah saw?” Dia menjawab : “Demi Allah, itu membawa kebaikan”. Abu Bakar senantiasa “membujukku” hingga Allah melapangkan dadau, sebagaimana sebelumnya Dia melapangkan dada Abu Bakar dan Umar. Maka akupun mulai mencari Al-Qur’an, kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan dari hafalan-hafalan para penghapal, sampai akhirnya akan mendapatkan akhir surat Taubah berada pada Abu Khuzaimah Al-Ansari. Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati-hati.

2.3 Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Umar bin Khatab
Pada masa khalifah Umar bin Khatab kegiatan penyiaran dan dakwah Islam demikian pesat sehingga daerah khalifah Islam sampai ke Mesir dan Persia Khalifah Umar bin Khattab mengarahkan pada kegiatan dakwah tersebut. Kumpulan Al-Qur’an yang disimpan oleh Abu Bakar kemudian disimpan oleh Umar hanya disalin menjadi satu shuhuf. Hal ini dimaksudkan agar Al-Qur’an yang telah dikumpulkan itu terpelihara dalam bentuk tulisan yang original atau bersifat standarisasi. Pada masa itu masihbanyak para sahabat yang hafal Al-Qur’an yang dapat mengajarkannya kepada para sahabat yang lain.
Setelah Umar wafat shuhuf itu disimpan oleh Hafsah Bin Umar denangan pertimbanga bahwa Hafsah adalah istri Nabi Muhammad saw dan putri Umar yang pandai membaca dan menulis.

2.4 Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Usman
Pada masa khalifah Usman bin Affanm timbul hal-hal yang menyadarkan khalifah akan perlunya memperbanyak naskah shuhuf dan mengirimkannya ke kota-kota besar dalam wilayah negara Islam, kesadaran ini timbul karena para huffazal Qur’an telah bertebaran ke kota-kota besar dan diantara mereka terdapat perbedaan bacaan terhadap beberapa huruf dari Al-Qur’an. Karena perbedaan dialek bahasa mereka. Selanjutnya masing-masing menganggap mereka bacaannya yang lebih tepat dan baik.
Berita perselisihan itu sampai ketelinga Usman dan beliau menganggap hal itu sebagai sumber bahaya besar yang harus segera diatasi. Beliau memintan kepada Hafsah binti Umar supaya mengirimkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya.
Kemudian khalifah menugaskan : Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalin (membukukan) menjadi beberapa shuhuf.
Setelah selesai penghimpunannya, mushaf asli dikembalikan ke Hafsah dan tujuh mushaf yang telah disalin, masing-masing dikirimkan ke kota-kota Kufah, Bashrah, Damaskus, Mekah, Madinah dan Mesir, khalifah meninggalkan sebuah dari tujuh mushaf itu untuk dirinya sendiri. Dalam penyalinan (pembukuan) Al-Qur’an itu dimana amat teliti dan tegas, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Jarir mengatakan berkenaan apa yang telah dilakukan Usman “Ia telah menyatukan umat Islam dalam satu mushaf dan satu shuhuf, sedangkan mushaf yang lain di sobek.








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis paparkan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa apa yang telah dilakukan para sahabat yaitu dengan mengumpulkan Al-Qur’an adalah sesungguhnya suatu perbuatan yang sangat mulia karena dengan nama Allah mereka berusaha menjaga kelestarian dari ayat-ayat Al-Qur’an yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw secara mutawatir melalui perantara Malaikat Jibril adalah suatu kemukjizatan yang tak pernah terbandingi nilainya. Al-Qur’an merupakan pedoman dasar menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis menyarankan agar kita (khususnya penulis sendiri) hendaknya dapat mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an karena sesungguhnya Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar bagi umat Islam yang dapat dijadikan pedoman hidup baik di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an merupakan kitab dari Allah yang kaya akan ilmu dan tak akan pernah habis untuk dikaji, karena dengan mempelajari Al Qur’an kita akan mengetahui Maha Besarnya Allah bagi segala makhluk yang diciptakannya.



DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Kahar Masyhur, Pokok-pokok Ulumul Qur’an, 1992
DR. Rosihon Anwar M.Ag, Ulumul Qur’an, Pustaka Setia 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar