Jumat, 18 Juni 2010

ILMU TAWASUF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Segala puji bagi Allah yang telah mewajibkan shalat kepada hamba-hambanya, yang telah memerintahkan kepada mereka untuk menegakkan dan melaksanakannya dengan sebaik-baikya, yang telah menjanjikan kesuksesan dan kebahagiaan di dalam mengajarkannya secara khusyu’, dan yang telah menjadikan shalat sebagai pemisah antara keimanan dan kekafiran, serta sebagai pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar. Dan keselamatan serta kesejahtraan semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad saw.
Nabi saw melaksanakan kewajiban ini dengan penuh kesungguhan. Shalat adalah salah satu masalah paling besar yang diterangkannya kepada manusia, baik dengan perkataan maupun perbuatan. Sehingga pernah pada suatu ketika beliau shalat diatas mimbar, beliau berdiri dan ruku’ diatasnya, lalu bersabda kepada mereka, “ aku lakukan yang seperti ini, tidak lain hanyalah agar kamu berdiam di tempatku (berpegang kepada ajaranku) dan agar kamu mempelajari cara shalatku “.
B. Rumusan Masalah
Berpijak pada latar belakang masalah yang telah di kemukankan diatas, maka muncul permasalahan yang akan dijadikan pokok-pokok pembahasan sebagai berikut :
1. Bagaimana kita meangikuti cara Rasulullah saw melaksanakan shalat ?
2. Bagaimana konsep Rasululla saw dalam melaksanakan shalat ?
3. Apa yang menjadai faktor penunjang dan penghambat keberhasilan dalam mencapai kekhusyuan shalat ?
4. Bagaimana hasil yang di capai setelah pelaksanaan shalat ?
C. Tujuan Penelitian
Penulisan makalah ini dilakukan semata-mata demi untuk mempelajari dan menambah wawasan dalam Ilmu Tasawuf dan juga untuk menyajikan kepada saudara-saudara kaum muslimin yang menginginkan ibadah mereka mengikuti Rasulullah saw, dalam sebuah buku yang menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan gambaran shalat Nabi saw. Mulai dari takbir hingga salam. Sehingga bagi orang-orang yang mencintai Nabi saw. Yang telah mengetahui gambaran ini akan mudah untuk melaksanakan perintahnya. didalam hadist yang berbunyi, “lakukanlah shala t seperti kamu melihat aku shalat”. oleh karena itu, kami berusaha untuk selalu mengikuti hadist-hadist yang berhubungan dengan shalat. dan hasil dari semua itu adalah makalah ini. Kami telah menyaratkan kepada diri sendiri untuk tidak mengeluarkan hadist-hadist Nabi saw., kecuali yang telah tetap sanadnya, yang sesuai dengan dengan kaidah-kaidah Hadist syarif dan dasar-dasarnya.
Kemudian, kami juga menyebutkan madzhab-madzhab para ulama disekitar hadist yang kami keluarkan dan dalil dari masing-masing dengan memperbandingkannya dan menerangkan kelebihan-kelebihan dan kekurangannya.
D. Kegunaan Penelitian
Kami sebagai penulis membuat makalah ini, berharap semoga Allah menjadikan kita seorang yang ikhlas dalam melaksanakan ibadah kepada-Nya dan semoga memberikan manfaat untuk saudara-saudara kaum Mu’minin. Karena sesungguhnya Allah adalah Maha mendegar dan Maha menerima doa.
E. Kerangka Berfikir

BAB II
SHALAT KHUSYUK SALAH KAPRAH
Pertanyaan yang sering sekali ditanyakan oleh pengunjung sufimuda terhadap bagaimana shalat bisa menjadi khusyuk, apakah kita bisa melaksanakan shalat khusyuk dan ada juga yang berpendapat bahwa hanya nabi Muhammad SAW berserta sahabat-sahabatnya dan ulama salafush shalih saja yang benar-benar bisa melaksanakan shalat dengan khusyuk selain dari mereka tidak ada yang bisa melaksanakan shalat khusyuk.
Terhadap pendapat terakhir saya kurang setuju karena kalau memang cuma Nabi dan para sahabat yang bisa shalat khusyuk maka hampir semua orang dimuka bumi ini akan masuk neraka wail, dengan demikian fungsi Al-Qur’an dan hadist sia-sia, juga peran ulama sebagai penyambung dakwah dan sebagai pewaris ilmu nabi juga tidak akan berguna sama sekali.
A. Khusyuk menurut Guru Ngaji Saya
Saya masih ingat ketika masih kelas 1 SMP waktu itu masih berumur 12 tahun, saya diajarkan cara shalat khusyuk oleh guru ngaji. Beliau mengatakan untuk bisa mencapai shalat khusyuk kita harus mengetahui makna dari ayat-ayat yang dibaca dalam shalat, kemudian harus kita hayati dalam hati. Antara ucapan dan gerak badan harus selaras, mengucapkan harus benar-benar masuk kedalam hati bukan hanya di bibir saja. Kemudian Beliau memberikan tanda-tanda shalat kita itu sudah khusyuk. Ketika mata kita menatap ke sajadah perhatikan dalam-dalam, nanti akan ada bayangan bulat samara-samar, saat itulah shalat kita menjadi khusyuk.
Saya meyakini apa yang diajarkan oleh guru ngaji saya, saat muncul bayangan bulat itu saya sangat senang karena saya yakin sekali kalau shalat saya sudah mencapai tahap khusyuk dan ketika bayangan itu tidak muncul maka saya jadi sedih. Saya yakin sekali apa yang diajarkan oleh guru ngaji, karena beliau adalah alumni salah satu pasantren terkenal di daerah saya.
B. Metode Shalat Menurut Abu Sungkar
Setiap sore saya menyempatkan diri untuk menonton acara di Metro TV tentang pelatihan shalat khusyuk yang dibawakan oleh ustad Abu Sangkan.
Abu Sangkan berkeyakinan bahwa shalat khusyuk itu identik dengan ketenangan dan hilangnya kesadaran. Abu Sangkan mengatakan bahwa ketika bertakbiratul ihram kita harus membuang ingatan kita terhadap apapun. “Tidak ada Guru Mursyid, tidak ada Syekh Tarikat dan tidak ada zikir yang ada hanyalah Allah semata-mata”. Persis sekali yang diajarkan oleh guru ngaji saya, cuma Abu sangkan menyampaikannya lebih lengkap disertai dengan kajian-kajian ilmiah. Apa memang demikian shalat khusyuk?
Shalat khusyuk bukanlah mengosongkan pikiran seperti dalam meditasi yoga, karena kalau kita memaksakan pikiran untuk kosong pada saat itulah timbul nafsu kita dan syetan sangat halus dan sangat lihai untuk menyusup di alam bawah sadar kita. Sama juga orang yang mencapai shalat khusyuk lewat alat-alat elektronik, mendengarkan lagu yang dibuat khusus agar kerja otak menjadi berimbang antara kiri dan kanan. Cara seperti ini memang akan mencapai ketenangan akan tetapi kita juga harus pertanyakan lagi apakah memang ketenangan seperti itu yang dinamakan khusyuk, dan apakah memang demikian yang dikehendaki oleh Allah SWT?
Khusyuk di atas dengan berbagai jenis pelatihan bagaimanapun masih pada tataran akal dan kita merasa khusyuk menurut sendiri. Ustad Abu Sangkan menulis buku dengan judul “Spiritual Salah Kaprah” untuk mengkritik ESQ, pelatihan lewat musik untuk menstimulasi otak yang bersifat instant dan kita tidak pernah bisa mencapai kesempurnaan spiritual yang dilakukan oleh kaum sufi, demikian pendapat Abu Sangkan.
Menurut saya pelatihan shalat khusyuk yang diperkenalkan oleh Abu Sangkan juga masih dalam tataran otak dan pemikiran, karena menafikan sama sekali fungsi Mursyid dan sudah pasti yang di dapat bukan Nur Allah akan tetapi ketenangan yang tidak tahu berasal dari unsur apa. Berbicara masalah rasa (tenang, damai, dll) itu masih bersifat sangat subjektif. Maka saya menyebutkan pelatihan khusyuk ala Abu Sangkan sebagai Shalat Khusyuk Salah Kaprah.
C. Khusyuk Menurut Sufi
Menurut golongan sufi, khusyuk itu bukan tidak mengingat sesuatu, akan tetapi seseorang dikatakan khusyuk apabila dia terus menerus bisa memandang wajah Allah SWT. Kalau kita ingin menghilangkan pikiran terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan bukan berarti kita mengosongkan pikiran sama sekali karena di dunia ini tidak ada yang kosong. Setiap yang kosong itu mesti di isi oleh dua unsur; Haq atau Bathil.
Shalat khusyuk adalah kondisi dimana sang hamba bisa berdialog dengan Tuhannya di alam rabbani, maka disebutkan “Shalat itu adalah Mi’raj bagi orang mukmin”. Pada saat shalat maka rohani kita akan terangkat ke Alam Rabbani, alam yang ada hanya Allah SWT.
Mengingat wajah Mursyid dalam shalat bagi seorang pemula jauh lebih terbimbing sebelum seseorang mencapai maqam makrifat dari pada mengosongkan fikiran yang justru sangat mudah disusupi oleh syetan tanpa kita sadari. Wajah Guru Mursyid yang kamil mukamil dan khalis mukhlisin tidak akan bisa ditiru oleh syetan dan kalau ada syetan yang mencoba meniru wajah Mursyid akan langsung terbakar. Jangankan Guru Mursyid, photonya saja tidak akan bisa didekati oleh jin dan sejenisnya termasuk para dukun yang menyembah jin. Kalau seorang Guru Muryid belum mencapai tahap itu berarti kadar dan keotentikan kemursyidannya perlu dipertanyakan lagi.
Kunci pertama untuk bisa mencapai shalat khusyuk adalah Makrifatulllah, mengetahui hakikat Allah sehingga selalu bisa berdialog dalam shalat. Tanpa mencapai tahap makrifat bagaimanapun canggihnya pelatihan shalat tidak akan mencapai shalat khusyuk yang sesungguhnya karena dalam hati masih bersemayang dan berbisik-bisik syetan yang sangat berbahaya seperti yang disebutkan dalam surat An-Naas.
Bagi pengamal Tarikat, bermakrifat kepada mursyid merupakan awal dari tercapainya shalat khusyuk karena sesungguhnya makrifat kepada Mursyid adalah awal dari makrifat kepada Allah. Daripada anda mengeluarkan biaya yang banyak untuk pelatihan shalat khusyuk dan belum tentu mencapai alam Tuhan lebih baik anda berbaiat kepada salah seorang Guru Muryid yang akan membimbing anda kehadirat Allah SWT. Pelatihan shalat khusyuk mungkin diperlukan oleh orang-orang yang tidak menekuni Tarikatullah agar shalatnya lebih tenang. Pelatihan ini tidak diperlukan sama sekali bagi orang yang telah mempunyai Guru Mursyid apalagi yang telah mencapai tahap makrifat. Apabila anda telah bermakrifat (berjumpa) dengan Allah SWT masih perlukah anda berlatih shalat khusyuk?
Berlatih sopan santun tata cara menghadap Raja hanya diperlukan bagi orang yang akan berjumpa dengan Raja, pelatihan itu tidak diperlukan lagi bagi orang yang telah duduk bercengkerama bersama Raja, karena segala aturan terserah kepada Raja. Mengatur tutur kata berbicara dengan Raja diperlukan oleh orang yang akan menjumpai raja dan tidak akan diperlukan oleh orang yang berulangkali berjumpa dengan raja, karena segala dialog itu terserah kepada kehendak Raja.
Semoga Maharaja Manusia akan selalu memberikan kita kesempatan kepada kita untuk terus bisa singgah di istana-Nya, menikmati perjamuan-Nya dan bisa melayani tamu-Nya. Amien ya Rabbal ‘Alamin














BAB III
PENUTUP
Dari uraian yang telah kami paparkan dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa apa yang telah dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya dalam melaksanakan shalat dengan khusyuk, yaitu dengan cara bersesungguh-sungguh mengingat Allah bahwa Dialah Sang Maha Mursyid sebenarnya.
Adapun segala yang telah diterangkan tentang gambaran shalat Nabi saw., berlaku bagi kaum laki-laki dan wanita. Tidak ada sunnah yang maengecualikan kaum wanita dan kaum laki-laki didalam melakukan sebagian dari itu. Bahkan, keumum-an sabda Rasullah yang berbunyi: “ shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu sekalian melihat aku shalat”.
Dari kutipan hadist diatas, kita dianjurkan melaksanakan shalat seperti apa yang dilakukan Beliau dalam melaksanakan shalat baik dari segi teori, metode, dan lain-lain.











DAFTAR PUSTAKA

Al-Quranu ‘lkarim, Al-Maktab Al-Islami,
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Sifat Shalat Nabi, Gema Risalah Press. Bandung
Tatang Yudi, Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Skripsi. Bandung 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar